BUDAYA BUGIS SOPPENG
Di saat terjadi kekacauan, di Soppeng muncul dua orang To Manurung.
Pertama, seorang wanita yang dikenal dengan nama Manurungnge ri Goarie
yang kemudian memerintah Soppeng ri Aja. dan kedua, seorang laki-laki
yang bernama La Temmamala Manurungnge ri Sekkanyili yang memerintah di
Soppeng ri Lau. Akhirnya dua kerajaan kembar ini menjadi Kerajaaan
Soppeng.
Bangsa
Indonesia kaya akan keanekaragaman suku, agama, dan bahasa yang
memungkinkan diadakannya penelitian bidang folklor. Pengetahuan dan
penelitian folklor sangat untuk inventarisasi, dokumentasi, dan
referensi. Dalam mencari identitas bangsa Indonesia, sangat perlu
menelusuri keberadaan folklor sebagai bagian kebudayaan bangsa.
Pemmali merupakan satu bentuk
bahasa rakyat yang dimiliki suku Bugis. Pemmali adalah pantangan atau
larangan untuk berbuat dan mengatakan sesuatu. Pemmali sebagai bahasa
tradisional hingga kini masih ada dalam masyarakat Bugis. Isi Pammali
mengandung ajaran moral, nasihat, dan petunjuk aturan atau hukum adat,
Mattulada (dalam Sulo, 1996: 20).
Pemmali
memiliki fungsi dan kedudukan di masyarakat sebagai seni bertutur yang
bersifat suci dan sakral. Pemmali menjadi bagian adat-istiadat yang
selalu berada dalam ingatan masyarakat. Secara umum Pemmali menggunakan
untaian kata yang indah dan tinggi nilainya. Untaian kata-kata dalam
Pammali mengandung arti dalam makna simbolik.
Pammali
biasanya dituturkan oleh orang tua kepada anak, kakak kepada adiknya,
suami kepada istrinya, dan sebagainya. Pemmali muncul atau dituturkan
apabila seseorang melakukan yang tidak sesuai dengan adat, dianggap
melanggar etika, dan perbuatan lainnya yang dianggap tidak pantas.
Masyarakat
Bugis menggunakan pemmali sebagai pengendalian dari diri dalam
bertindak. Pemmali diwariskan secara turun-temurun akibat adanya
pengalaman masa lalu dan kebiasaan-kebiasaan yang dihubungkan dengan
kejadian yang menimpanya. Meski pun kejadian yang dialami terjadi hanya
karena kebetulan saja, tetap diyakini sebagai ganjaran atas pelanggaran
terhadap Pemmali.
Pemmali
sebagai folklor yang dituturkan dari mulut ke mulut hanya akan bertahan
seiring eksistensi masyarakat Bugis. Saat ini muncul kekhawatiran akan
eksistensi pemmali. Hal tersebut disebabkan kurangnya minat masyarakat,
khususnya generasi muda Bugis untuk mendalami, menjaga, dan memahami
nilai yang terkandung dalam pemmali. Permasalahan lain adalah tidak
terdokumentasinya secara bagus pemmali yang ada dalam masyarakat Bugis
termasuk dalam masyarakat Bugis Soppeng. Jika hal tersebut harus
berlangsung dikhawatirkan akan mengakibatkan salah satu nilai kebudayaan
Bugis.
No comments:
Post a Comment