Tuesday, June 7, 2016

BUDAYA BUGIS SOPPENG

Di saat terjadi kekacauan, di Soppeng muncul dua orang To Manurung. Pertama, seorang wanita yang dikenal dengan nama Manurungnge ri Goarie yang kemudian memerintah Soppeng ri Aja. dan kedua, seorang laki-laki yang bernama La Temmamala Manurungnge ri Sekkanyili yang memerintah di Soppeng ri Lau. Akhirnya dua kerajaan kembar ini menjadi Kerajaaan Soppeng.

 

Bangsa Indonesia kaya akan keanekaragaman suku, agama, dan bahasa yang memungkinkan diadakannya penelitian ­bidang folklor. Pengetahuan dan penelitian folklor sangat untuk inventarisasi, dokumentasi, dan referensi. Dalam mencari identitas bangsa Indonesia, sangat perlu menelusuri ­keberadaan folklor sebagai bagian kebudayaan bangsa.

 

Pemmali merupakan satu bentuk  bahasa rakyat yang dimiliki suku Bugis. Pemmali adalah pantangan atau larangan untuk berbuat dan mengatakan sesuatu. Pemmali sebagai bahasa tradisional hingga kini masih ada dalam masyarakat Bugis. Isi Pammali mengandung ajaran moral, nasihat, dan petunjuk aturan atau hukum adat, Mattulada (dalam Sulo, 1996: 20).

Pemmali memiliki fungsi dan kedudukan di masyarakat sebagai seni bertutur yang bersifat suci dan sakral. Pemmali menjadi bagian adat-istiadat yang selalu berada dalam ingatan masyarakat. Secara umum Pemmali menggunakan untaian kata yang indah dan tinggi nilainya. Untaian kata-kata dalam Pammali mengandung arti dalam makna simbolik.

Pammali biasanya dituturkan oleh orang tua kepada anak, kakak kepada adiknya, suami kepada istrinya, dan sebagainya. Pemmali muncul atau dituturkan apabila seseorang melakukan yang tidak sesuai dengan adat, dianggap melanggar etika, dan perbuatan lainnya yang dianggap tidak pantas.

Masyarakat Bugis menggunakan pemmali sebagai pengendalian dari diri dalam bertindak. Pemmali diwariskan secara turun-temurun akibat adanya pengalaman masa lalu dan kebiasaan-kebiasaan yang dihubungkan dengan kejadian yang menimpanya. Meski­ pun kejadian yang dialami terjadi hanya karena kebetulan saja, tetap diyakini sebagai ganjaran atas pelanggaran terhadap Pemmali.

Pemmali sebagai folklor yang dituturkan dari mulut ke mulut hanya akan bertahan seiring eksistensi masyarakat Bugis. Saat ini muncul kekhawatiran akan eksistensi pemmali. Hal tersebut disebabkan kurangnya minat masyarakat, khususnya generasi muda Bugis untuk mendalami, menjaga, dan memahami nilai yang terkandung dalam pemmali. Permasalahan lain adalah tidak terdokumentasinya secara bagus pemmali yang ada dalam masya­rakat Bugis termasuk dalam masyarakat Bugis Soppeng. Jika hal tersebut harus berlangsung dikhawatirkan akan mengakibatkan salah satu nilai kebudayaan Bugis.

 

No comments:

Post a Comment