Aku telah berusaha
membuangmu jauh-jauh dari ingatanku. Sebab mengenangmu hanya menjenuhkan
kehangatan hariku. Membuat semua aktivitas yang kulakukan tidak berjalan secara
efektif dan efesien. tidak ada gunanya mengenang seseorang yang sudah tak ingin
pulang pada rumah yang pernah membuatnya betah. Seseorang yang memilih mati
tanpa meninggalkan jejak. Kamu membuat semua yang menjadi harapan, hanya
tersisa dalam pedihnya ingatan. Semua keputusan pahit itu lahir atas pintamu, semua
air mata yang sudah tak kuinginkan ini berderai atas kehendakmu. Aku yang
tertinggal tak pernah kau beri kesempatan untuk mengatur tanggal kapan semua
akan kembali. Menjadikan kisah kita hanya kasih yang mati.
Aku memang berusaha untuk melupakan meskipun hal ini sulit
untuk kulakukan dalam kodratku sebagai wanita. Tidak bisa bagiku secepat itu
merelakan hubungan ini yang kita bangun pondasinya bersama-sama. Namun percayalah,
detik demi detik berlalu akan kubunuh semua detak yang masih mengiginkanmu.
Hanya saja aku butuh waktu, semuanya memang tidak mudah bagiku, biarlah
pelan-pelan semuanya berjalan karena pada akhirnya kamu pun tak akan lagi ada dalam
bagian yang kuinginkan.
Mungkin kau mengatakan bahwa aku tengah mengumpulkan
kenangan yang akan kusimpan pada foldernya masing-masing. Karenanya ingatan tak
bertahan lama, itulah sebab aku menuliskannya. Agar kelak bisa mengenangmu
sebagai masa lalu entah sebagai Cinta ataupun Luka (Boy Candra, sebuah Usaha Melupakan).
Bukan
denganmu saja aku bisa bahagia. Aku bisa bahagia pada senja yang membawamu
pergi. Aku pernah menitipkan doa pada angin. Agar kau tak pernah tahu jalan
pulang. Genggamlah dia yang kau anggap pemenang. Biar kubasuh luka agar kau tak
buat berulang. (Boy Candra, Catatan Pendek Untuk Cinta yang Panjang)
Jujur
aku memang pernah sangat memujamu dalam doaku dan berharap Tuhan untuk tidak
hanya menitipkanmu namun memempatkanmu selamanya dalam hatiku. Harapan dan
impian bersamamu selalu menjadi bayang-bayang dalam tidur malamku, tapi kau
berhasil menghapuskan semuanya seolah semua itu mudah kulakukan.
Kau
harus tahu setiap orang yang datang kehidup kita, punya tempatnya sendiri untuk
dijadikan cerita. Lalu, jika kau tanya siapa lelaki yang paling aku sayangi
sekarang. Tentu aku akan menjawab masa laluku “seseorang yang pernah kuberi
tempat paling istimewa dalam hidupku” meskipun bukan dia yang pada akhirnya
kuabadikan dengan jiwa, sebagai wanita aku paham bagaimana caranya mencintai.
Namun, beberapa lelaki tak mengerti cara memperthankan, maka yang terjadi
adalah kegagalan sebelum ceritanya berakhir abadi. Tentu aku belajar bahwa
patah hati bisa juga aku nikmati tanpa menangis. Rasa sedih ini butuh waktu
yang panjang untuk pulih kembali, tetaplah menjauh agar hidupku bisa kujalani dengan
seharusnya lagi (Boy Candra, Sebuah Usaha Melupakan: 127).
No comments:
Post a Comment