Wednesday, March 1, 2017

Doyan Membaca atau Doyan Nonton ?



Malu rasanya harus mendeskripsikan sesuatu yang pada kenyataanya merupakan penyakit sejuta umat. Minat membaca telah berbanding lurus dengan tingkat kemajuan pendidikan formal bangsa ini yang merupakan indikator sumber daya manusia (SDM). Kondidi pendidikan suatu Negara dilihat dari kebiasaan masyarakatnya membaca buku.
Menurut Direktur Eksekutif Kompas Gramedia, Suwandi S. Subrata, pada tahun 2011 tercatat produksi buku di Indonesia sekitar 20.000 judul buku. Jika dibandingkan dengan penduduk Indonesia yang banyaknya sekitar 240 juta, sungguh memalukan. Satu buku dibaca 80.000 orang. Berdasarkan hasil survey dari UNDP, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia pada tahun 2014 menempati urutan ke 108 dari 187 negara di dunia. IPM Indonesia lebih tinggi dibandingkan Myanmar, Laos, kamboja, Vietnam, dan Filipina. Ibarat sebuah perlombaan Indonesia menempati urutan yang sangat mengkhawatirkan.
Bangsa Jepang adalah bangsa yang membudayakan membaca. Ibarat sandang, pangan, dan  papan membaca merupakan kebutuhan yang harus ada dalam kehidupan mereka setiap harinya. Dalam sejarah bangsa Jepang, pada tahun 1945, kota Nagasaki dan Hiroshima pernah di jatuhi bom atom oleh sekutu. Dari kejadian itulah membangkitkan semangat bangsa Jepang untuk menjadi Negara maju. Cara yang paling istimewa adalah mengumpulkan para guru dari berbagai kalangan, menerjemahkan buku-buku asing dari Barat sehingga kepedulian pemerintah dalam sistem pendidikan sangat berpengaruh terhadap kemajuan bangsa.
Tentu hal ini menjadi bukti nyata bahwa Negara Indonesia tengah memiliki masalah besar dalam hal pendidikan. Pendidikan itu diawali dengan membaca buku sebagai referensi, bahkan buku di ciptakan untuk di baca oleh berbagai kalangan, bukan hanya anak yang tengah mengenyam pendidikan di bangku pendidikan formal ataupun non formal. Sebab kebiasan yang di tanamkan sejak dini akan di bawa sampai usia tidak lagi muda.
Sebagai Negara yang telah lama merdeka tentu harapan kita dan seluruh pejabat pemerintahan menginginkan bangsa ini menjadi bangsa yang unggul, terutama dalam segi pendidikan. Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan minat baca, seperti pembangunan perpustakaan dan memperbanyak taman baca di lingkungan masyarakat. yang paling utama adalah kesadaran terhadap diri sendiri.
Bangsa yang gemar membaca adalah mereka yang dibesarkan dari lingkungan cinta membaca. Jika ada anak yang tidak suka membaca berarti dari awal ia telah di didik untuk tidak gemar membaca. Orang tua adalah indikator yang berperan penting dalam usaha mendidik anak usia dini.
Nah, apa yang menjadi penyebab:
Kantor perpustakaan Nasional Republik Indonesia mencatat 90 persen penduduk usia di atas 10 tahun gemar menonton televisi dan tentu tidak suka membaca. Dibuktikan dengan sistem pembelajaran di Indonesia tidak ada kewajiban untuk menamatkan satu judul buku dibandingkan dengan Negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang mewajibkan para peserta didiknya untuk menamatkan minimal enam buku, hal ini pun masih berlangsung hingga sekarang. Bagaimana dengan Indonesia ? sekolah mungkin juga telah menerapkan aturan bagi para siswa-siswi untuk rajin membaca bahkan setiap anak di wajibkan meminjam buku dari perpustakaan untuk mereka bawa pulang dan mereka baca. Namun, apa yang terjadi setelah buku itu sampai di rumah, buku itu hanya menjadi hiasan di atas meja belajar yang akan di buka jika orang tua menegur dan itupun jarang terjadi.
Anak usia di bawah 10 tahun sebenarnya adalah anak yang mudah untuk di bentuk karakternya, karena usia mereka adalah usia dimana mereka ingin mengetahui segala hal dan ini merupakan kesempatan emas bagi para orang tua untuk membentuk karakter yang baik kepada anak-anak, dan mengajarkan hal-hal postif. Jika mereka telah dibiasakan dengan membaca buku niscaya tidak afdol rasanya jika mereka tidak menamatkan buku dalam sebulanya. Karena otak mereka telah menyimpan pesan bahwa “bacalah buku”.

Kenapa harus Menonton:
Ada yang mengatakan menonton adalah sarana belajar bagi anak-anak. Jelas jika yang di tonton bersifat mendidik. Nyatanya di lingkungan sekitar, siaran yang di gemari anak-anak usia 10 tahun ke atas adalah siaran yang memperbudak mereka. Mempertontonkan hal-hal yang mustahil terjadi di masyarakat. ini telah merusak logika berpikir anak-anak Indonesia.
Membaca merupakan sarana belajar yang paling mudah, namun sulit untuk dilakukan. Entah apa yang membuat cara ini sulit, padahal telah kita ketahui bahwa membaca adalah sarana membuka jendela dunia. Mengetahui segala seluk beluk kehidupan dari berbagai aspek kehidupan, memalukan sekali jika suatu ketika ada yang bertanya letak sebuah Negara dengan ibukotanya lantas kita tidak mampu menjawab hanya karena keterbatasan ilmu pengetahuan yang kita miliki. Coba bandingkan dengan jenjang pendidikan yang telah kita tempuh.
Mari segenap generasi-generasi muda bangsa Indonesia kita budayakan dan biasakan diri untuk membaca paling tidak, membaca pengumuman ataupun spanduk yang terpasang di jalan. Jadikan negeri ini unggul dalam segi pendidikan dan cinta membaca.

No comments:

Post a Comment