Tuesday, February 21, 2017

Dilema Mahasiswa Tingkat Akhir




            Sebagai seorang mahasiswa semester akhir salah satu fase tersulit yang akan di hadapi adalah tugas akhir. Pada umumnya banyak cerita unik yang akan terjadi namun anehnya, saya sering kali mendengar bahwa tugas akhir itu sungguh menyeramkan.  Sebenarnya boleh dikata seluruh cara akan dikerahkan  untuk tiba pada tahap akhir yaitu yudisium dan wisuda.
            Tugas yang amat berat yang harus dilewati untuk mencapai suatu sasaran yaitu menyandang sebuah gelar. Namun tentu saja untuk memulai sebuah proses itu yang sulit, dibutuhkan mental yang benar-benar mampu untuk menghadapi belum lagi jika telah dihadapkan pada seorang pembimbing yang super killer. Karena itu, wajar jika muncul perasaan was-was pada diri seorang mahasiswa tingkat akhir. Bahkan tidak sedikit di antara para mahasiswa tingkat akhir yang menunggu hasil yang instant, dengan berbagai cara seperti menyuruh seseorang “Yang berpengalaman” untuk membuatkan tugas akhir, cukup dengan membayarnya saja ia bisa dengan mudahnya maju ke meja sidang. Sungguh nestapa hidup mahasiswa yang melakukan kecurangan ini. Sesungguhnya ia sangat merugi, semasa kuliah hanya datang dengan penampilan yang sungguh luar biasa bergaya sesusaka hati bermobil dan memarkir mobil di halaman kampus, kemudian masuk kedalam ruang kelas hanya asyik dengan smartphone,lantas di saat yang sama mahasiswa seangkatanya tengah sibuk menyusun tugas akhir dan ia hanya cukup mengeluarkan uang untuk membayarnya dan hasilnya kita tentu tahu, sebagus apapun karya yang kita persembahkan jika bukan dari kerja keras kita sendiri hasilnya lebih parah dari seorang pencuri yang tengah dipergoki massa. Kurang lebih begitulah gambaran atas kecurangan yang tengah marak di negeri kita ini.  
           Tugas akhir identik  dengan Diploma tiga, walau hanya diploma jangan pikir ini mudah. Tugas akhir ini tidak ada bedanya dengan skripsi ataupun tesis semuanya sama-sama butuh kesabaran hanya saja, tugas akhir tingkatannya berada di bawah tesis dan skripsi.
             Mahasiswa yang benar-benar mau bersungguh-sungguh menyusun tugas akhir dengan kerja keras adalah mereka yang merupakan mahasiswa asli. Sebab bagi mereka berjuang adalah kewajiban dan kesuksesan adalah hak mereka. Mereka sadar akan tugas dan kewajiban mereka menjadi seorang pelajar, ada impian dan cita-cita yang ingin mereka wujudkan. Namun kembali kita melirik Negeri kita ini adakah kesadaran seperti itu tertanam dalam pribadi para generasi muda. saya bahkan sadar sebagai mahasiswa, memiliki cita-cita adalah hak setiap orang namun cara untuk menggapai impian itu terkadang membuat kita kebingungan, bahkan tidak tahu arahnya mau kemana. Beragam cara akan kita lakukan bahkan kecurangan pun kembali akan dilakukan. Sepertinya kehidupan mahasiswa tidak akan pernah lepas dari tanggung jawab dan juga problema.
           Berbicara lepas dengan orang yang kita rasa sejalan dengan pikiran kita tentu sangat menyenangkan. Itupun berlaku pada mahasiswa tingkat akhir, coba kita bayangkan kata mahasiswa menandakan usia telah beranjak dewasa. Pemikiran pun demikian. Tugas akhir misalnya, disaat yang sama tentu kita butuh lawan bicara yang sejalan dengan pemikiran kita, atau setidaknya dapat mengerti maksud dan tujuan pemikiran kita, yang lebih sederhana mengarahkan pada hal yang postif. Kata pembimbing, artinya penuntun yang kita jadikan pedoman.
          Hai sekalian para mahasiswa-mahasiswi tingkat akhir bangunlah dari tidur panjang kalian, lakukan hal terbaik, bekerja keraslah untuk menggapai impian. Buatlah tugas akhir, dan persentasekan dengan semenarik mungkin.
Ujian itu diberikan, sesuai dengan kemampuan kita. Tuhan yang menetapkan standar ini untuk memberikan ujian cinya Nya atas kita, karenanya ada baiknya, kita pun diam-diam , merenungi dalam-dalam bahwa mereka yang di uji  sejatinya tengah bertarung dengan kekuatan iman, kemurnian pikiran, kedalaman pemahaman dan kepekaan nurani untuk merasakan hikmah di balik segala ujian yang ada. Tuhan berhak menguji dengan tawa dan tangis yang tercipta, agar ada decap syukur dan sabar diantara keduanya. Tuhan juga berhak membuat kita tertawa bahagia, agar terbangun syukur yang ada setelahnya. Bukan hanya itu saja, Tuhan juga akan membumbuhi perjalan kita dengan sedikit rasa tawar agar teriring sabar di dalamnya. Hidup selalu menawarkan fase kehidupan yang akan dilalui, dari yang rendah tingkatanya hingga yang paling tinggi. Setiap fase hadir karena pelakunya mampu melewati tantangan tersebut.
Tantangan (challenge) bagi mahasiswa tingkat akhir:
Mengejar dosen pembimbing dengan sejuta kesibukan dosen, kita harus mencari sela-sela diantara  kesibukan dosen, harus berjam-jam atau bahkan berhari-hari menunggu, yang lebih mematikan adalah mengahfal setiap kebiasaanya dan kesukaan untuk menyenangkan hatinya. Jadi bersiaplah untuk dompet jangan pernah kosong. Tangangan berikutnya adalah melawan rasa malas dan bosan, yang mana malas tersebut juag masih memiliki banyak kategori seperti karena lapar dan lelah dan ingin segera istirahat.
Kekuatan mahasiswa tingkat akhir:
Salah satu kekuatan terbesar para pejuang tugas akhir adalah doa orang tua, dukungan dari teman seangkatan. Karena kekuatan terbesar ada pada orang tua, tentu perbanyaklah memohon ridho orang tua. Tantangan terberat mu jelas ada pada dosen pembimbing kapan dan dimana harus bertemu. Bagian mana yang harus di revsi, yang penting siap-siaplah untuk kuat meskipun sebenarnya kita tidak bakalan kuat melihat tugas akhir kita di coret-coret.



Friday, February 17, 2017

ODOJ Group 1868



        Sebagai seorang mahasiswi dengan kegiatan dan rutinitas yang kadang kala tidak terjadual membuat saya ragu-ragu untuk bergabung pada komunitas One Day One Juz namun, setelah salah seorang sepupu saya bercerita tentang ODOJ, hati saya tergerak untuk bergabung. Satu minggu setelah sepupu saya mendaftarkan diri saya pada salah seorang admin 1868 akhirnya saya resmi menjadi anggota ODOJ. Hari-hari pertama bergabung saya sangat antusias, kholas lebih dulu, tapi hal itu hanya berlangsung beberapa hari dan hari-hari berikutnya untuk khatam satu juz kadang saya membutuhkan waktu dua hari atau lebih. Saya pun akhirnya mendapat peringatan dari admin.
          Sebelum memang yakin untuk bergabung di group ODOJ saya telah berkomitmen untuk harus khatam satu juz dalam Sehari. Saya mengira membiasakan diri membaca Alquran satu juz per hari adalah mereka yang melakukan rutinitas di dalam rumah dan tidak di sibukkan dengan aktivitas yang padat. Namun ternyata perkiraan saya salah sebab ternyata mereka yang bergabung dalam komunitas cinta tilawah adalah mereka yang bisa mengelola setiap detik waktu dengan baik, mereka yang mempunyai beragam kesibukan tapi mereka telah memanfaatkan setiap waktu yang Tuhan titpkan dengan memasukkan tilawah kedalam sela-sela kesibukannya.
            Subahanallah, rencana Tuhan selalu yang terbaik setelah saya bergabung dengan sebuah komunitas pecinta Alquran. ODOJ (One Day One Juz) Perlahan-lahan saya pun mulai mencintai tilawah, membiasakan diri untuk khatam satu juz setiap harinya. Awalnya terdengar cukup sulit, satu juz adalah berlembar-lembar bacaan namun saya percaya “Man Jadda Wajada” Saya banyak belajar dari kebiasaan, setiap hari melakukan tilawah dan mentadabburi Alquran.
           Awal mula bergabung di ODOJ yaitu pada bulan September 2016 dan sekarang berada pada bulan ke tujuh saya bergabung. Alquran telah merubah hidupku secara perlahan, setiap lantunan ayat yang saya baca seakan memberikan penegasan bahwa hidup ini ternyata damai dan tentram saat dekat dengan sang pencipta. Semangat saya untuk menjalani hari-hari bertambah. Pernah suatu ketika ada teman sekampus saya yang bertanya tentang group yang tidak sengaja ia di buka di WA dan dia melihat banyak sekali postingan inspirasi pada group ukhuwah  “Ini group apa ?” padahal yang bertanya sesama muslim,  yah saya jawab “ Ini group One Day One Juz” ia hanya terdiam entah paham atau tidak maksud dari perkataan saya.
            Pada diri saya saat berbicara tentang watak, bagaimana menempatakan posisi perasaan dihadapan Alquran apalagi dihadapan Tuhan. Sepintas ini terasa sederhana. Bahkan kita sebenarnya tahu jawabannya, mengapa kita memiliki perasaan yang kadang kala dikalahkan oleh obsesi ? mengapa orang-orang sibuk juga bisa mengaji satu juz satu hari. Dalam firman Allah dikatakan:
“sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.”
Jawabannya sederhana, tentu karena mereka mengharap ridho Allah, mereka mencintai Alquran, dan sadar akan tugas dan kewajibannya. Mereka sadar akan kecintaan mereka kepada sang pencipta tidak akan dikalahkan oleh kesibukan dunia yang fana. Bagi saya pribadi membaca Alquran bukan berarti saya terhebat diantara orang-orang yang menghabiskan sepanjang hari hanya untuk urusan dunia, tapi saya mengerti akan tugas dan kewajiban saya, janji kepada Tuhan semasa menjadi janin. Untuk menjalankan kewajiban di dunia agar ridho Allah beserta dengan langkah kita.

           Alquran adalah kalam Allah yang suci dan terpelihara dari kesalahan, maka sudah sepantasnya jika kita menghormati sebagaimana kedudukannya dan tujuannya diwahyukan, yaitu sebagai pedoman bagi seluruh umat muslim.
           Diriwayatkan dari Jabir Bin Abdillah berkata bahwa sesungguhnya Nabi SAW mengumpulkan antara dua orang korban perang Uhud, kemudian berkata: “Siapa yang lebih banyak menghafal Alquran diantara keduanya, baginda mendahulukannya masuk ke liang lahat.”
“Alquran itu bukannlah cerita yang dibuat- buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. Yusuf: 111)

Monday, February 6, 2017

Mengejar Ilmu Di Negeri Samata



Mengejar Ilmu Di Negeri Samata
                                 Hartina
Makassar, 03 Februari 2017
Ibarat seorang mahasiswa yang di cap “3K” itu adalah ungkapan yang tepat bagi seorang mahasiswa seperti saya. Yang hanya mengenal Kampus, kos, dan kampung. Saat mahasiswa-mahasiswi lainnya sibuk berorganisasi justru kami dari kampus yang tidak ada latar belakang organisasinya sudah semestinya mencari kegiatan-kegiatan yang bermanfaat di luar kampus. Seperti yang sempat disinggung oleh dosen di kampus. Kami memang berbekal banyak praktek, namun sebagai mahasiswa, organisasi bisa sebagai ajang belajar berargumentasi, public speaking, dan berbagai manfaat lainnya.
Terdengar aneh memang, seorang mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi swasta di Makassar yang ikut serta dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh kampus UIN, yaitu Forum Lingkar Pena ranting UIN Alauddin Makassar.
Bertempat di kampus UIN Alauddin Makassar di daerah Samata, Sulawesi Selatan kegiatan wawancara dilaksanakan. Tepat pada tanggal 29 Oktober 2016, kegiatan tersebut merupakan rangkaian dari proses perekrutan anggota baru Forum Lingkar Pena (FLP) ranting UIN Alauddin Makassar dan satu minggu setelah proses wawancara yang dinyatakan lulus akan mengikuti kegiatan berikutnya yaitu Training of Writing and Recruitment IV Forum Lingkar Pena (FLP) Ranting UIN Alauddin Makassar, dengan tema Menulis Kata Meninggalkan Jejak. Kegiatan tersebut dilaksanakan selama dua hari, 5-6 November 2016. Kegiatan tersebut sampai kepada pembekalan atau kelas menulis yang diadakan setiap pekannya selam kurang lebih 3 bulan. Bukan hanya ilmu yang kami dapat tapi juga kawan-kawan baru dengan berbagai latar belakang yang berbeda.
Buat pribadi penulis sendiri mencari ilmu bisa dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Ilmu bagaiakan sebuah pisau bila tidak di asah ia akan semakin tumpul. Tuhan tidak pernah menciptakan manusia yang bodoh ataupun manusia pintar, hanya saja Tuhan menganugerahkan pemahaman yang berbeda-beda kepada setiap hambanya.
Sebagai seorang mahasiswa saya sadar bahwa ilmu itu tidak hanya sekadar pengetahuan tentang bidang atau jurusan yang kita tekuni tapi ilmu apapun itu semestinya kita ketahui, itu tidak menutup kemungkinan kita dari jurusan yang berbeda akan bekerja pada bidang yang bertentangan dengan jurusan semasa kuliah. Wajar saja bila kita melihat di beberapa perusahaan pada CV tertulis sarjana A namun bekerja pada bidang B. semua telah diatur oleh sang pencipta.
Forum Lingkar Pena (FLP) merupakan sebuah organisasi yang bukan hanya sekadar organisasi yang kebayakan melibatkan fisik anggotanya, tetapi FLP adalah organisasi yang mengasah kemampuan menulis setiap anggotanya mengarahkan pada hal-hal yang bisa bernilai postif. Memberikan gambaran pentingnya kita menulis dan membaca, serta manfaat apa yang kita dapatkan dari menulis dan membaca. Mungkin saja banyak kalangan yang mengatakan menulis dan membaca bisa dilakukan tanpa harus mengikuti sebuah kegiatan atau tanpa ikut dalam sebuah forum. Tetapi setiap orang memilki gaya baca dan tulis yang berbeda. Konteks bahasa yang digunakanpun berbeda. Membaca memang mudah namun tidak semua orang suka membaca apalagi membaca berlembar-lembar buku setiap harinya bahkan menulis, menulis kadang dilakukan saat ada tugas dari dosen atau ada hal yang memang penting dan harus di tulis, dan itu tidak dilakukan oleh banyak orang.
Manfaat Membaca:
Membaca bukan hal yang mudah untuk dilakukan, karena membaca perlu mood yang baik, serta selera baca yang baik. Membaca pada dasarnya adalah sebuah tindakan ingin tahu atau mencari tahu, karena buku adalah jendela dunia tentu saja dikatakan jendela agar kita dapat mengetahui lebih tentang dunia yang belum kita ketahui sebelumnya. Membaca buku juga mampu menambah wawasan dan pengetahuan kita mengenai sesuatu. Dapat menigkatkan kualitas memori ingat manusia, serta tabungan akan kosakata semakin banyak dan membaik.

Manfaat Menulis:
            Setelah membaca alangkah baiknya jika terdapat kosakata yang sulit, kita tulis agar memudahkan dalam mengetahui kembali jika suatu ketika kita lupa. Membaca dan menulis adalah dua perangkat yang saling berkaitan, namun banyak kalangan yang enggan untuk membaca apalagi untuk menulis, padahal dengan menlis bisa menjadi instrumen perekam jejak sejarah, menjaga ilmu yang pernah kita dapatkan, menulis adalah salah satu cara belajar yang sangat efektif, menjadi media komunikasi yang baik dan yang paling penting adalah dengan menulis bisa mencegah kepikunan.
            Sebagai seorang mahasiswa saya bangga dapat bergabung dan bisa dipersatukan dengan orang-orang yang memiliki basic ilmu yang berada jauh di atas saya. Seorang penulis-penulis muda yang terkenal dengan karya-karyanya.  Menuangkan segala sesautu dalam tulisannya dan dibaca oleh banyak orang dari berbagai kalangan. Siapa yang tidak bangga dan merasa senang tulisan kita bisa menginspirasi banyak orang, membuat orang lain tertawa atas kelucuan dari tulisan yang kita ciptakan.
Menulis adalah ajang dakwah yang paling baik. Sedangkan membaca adalah kunci membuka jendela dunia. Bila tidak sanggup membaca untuk membuka jendela dunia maka menulislah sebab menulis mampu menjadikan diri kita berdakwah dengan lisan yang terjaga tapi dengan tulisan yang bermanfaat.


Cinta dan Jodoh itu Berbeda




  Langit mendung seakan membuktikan wajah pucat seorang laki-laki berumur 25 tahun, yang sedang duduk  menghisap sebatang rokok sambil menikmati secangkir kopi. Kopi pahit mungkin itu adalah kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaan dan batin sang lelaki.  Awalnya ia berniat menghabiskan waktu dengan laptop untuk mengerjakan pekerjaan yang belum kelar, namun pikiranya bagaikan terbungkus dalam sebuah kantong sampah yang entah harus dibuang kemana. Desakan orang tua untuk segera menikah seakan menganggu konsentrasinya.
“Nak! kapan kamu akan menikah?” pertanyaan ini seolah merobek semua harapannya. Bu aku belum ingin menikah dalam waktu dekat ini, penghasilan ku saja belum cukup untuk memenuhi kebutuhan ku, bagaimana aku menghidupi anak orang bu.” Ahmad, berapapun penghasilan mu tidak akan pernah cukup jika tidak ada orang yang bisa memenej keuangan mu. Kalau kamu menikah istri mu akan memenej semua keuangan mu, bukan hanya itu kalian juga akan belajar bagaimana cara memprioritaskan hal-hal yang menjadi keperluan mendesak. “ayah, aku ini laki-laki aku bisa menikah kapan saja aku mau, tapi ini bukan hanya persoalan ekonomi tapi persoalan siap, aku belum siap. Dan lagi pula aku masih punya adik-adik yang perlu uang, aku ingin membantu ayah membiayai sekolah adik-adik.”
       Pernikahan memang bukan persoalan yang mudah. Sebab untuk membangun sebuah rumah tangga seorang kepala keluarga bukan hanya berfungsi memberi nafkah tapi juga mendidik istri dan anak-anak mereka kepada kebaikan. Pertanyaan serupa kerap kali terlontar dari mulut sepasang suami istri yang ingin anak sulungnya segera menikah. Namun disisi lain Ahmad merasa belum menemukan sosok yang cocok untuk dijadikan pelabuhan terakhir. Selain tergolong sosok yang setia ia juga sosok yang penyanyang, buktinya Ahmad sangat menyayangi adik-adiknya, memberikan perhatian bahkan tidak jarang ia menasehati adik-adiknya. “jangan mudah menyerah, kehidupan ini semakin keras, jika bukan kita maka pasti orang lain.”
       “Bu, hari ini aku pamit pulang ke Palopo, banyak pekerjaan yang menunggu untuk segera diselesaiakan.”
“apa tidak bisa ditunda sampai besok nak? ibu kan hari berencana mengadakan syukuran atas kelulusan adik mu di sebuah perguruan tinggi Negeri.”
 “anggap sama saja jikalau saya ikut syukuran bu, aku benar-benar tidak bisa menunda kepulangan sampai besok. Aku sudah janji kepada seseorang untuk mengambil laptopnya sore ini.” Setelah lulus SI Sarjana Informatika Komputer Ahmad memilih mendirikan sebuah usaha service dan jual beli computer, bantuan dana dari sang ayah.
       Acara syukuran pun dilangsungkan, satu dua tamu telah hadir, dengan membawa buah tangan sesuai dengan adat warga di desa Kapidi ini, jika hendak berkunjung ke acara syukuran membawa buah tangan biasanya berisi gula pasir ataupun beras, ada juga yang hanya membawa amplop lalu diberikan kepada tuan rumah. “bu, hajja kapan acara pernikahan ? Jangan acara syukuran terus.” seorang ibu berusia 45 tahun merubah arah pembicaraan yang tadinya mereka sibuk membahas harga minyak nilam yang tidak stabil. Dan beberapa ibu lain ikut angkat bicara “ iyya ini bu hajja” “Ahmad sudah seharusnya menikah. Usianya sudah mapan, apalagi sudah punya penghasilan sendiri.” Tambah seorang ibu yang lainnya.
 “Mohon doanya saja ya ibu.” ibu Ahmad masih fokus dengan kerjaannya.. jawab ibu Tini dengan nada menandakan penjelasan.
       Pukul 17 lewat 10 menit rumah yang tadinya ramai dengan warga setempat perlahan sepi, menyisakan satu dua keluarga dan tetangga terdekat yang membantu membereskan perlengkapan dan peralatan syukuran. Beberapa ibu-ibu membantu di dapur, anak-anak remaja putri menyapu dan mengepel, sementara remaja putra sebagian membantu ayah mereka membersihkan tenda dan menyusun kursi. Tepat sebelum adzan magrib berkumandang semua pekerjaan pun selesai.
       Pancaran mentari pagi perlahan menembus sudut-sudut jendela rumah panggung milik bendahara kelompok tani tersebut. Sepagi ini suara-suara kendaraan mulai bising, sebagian besar penduduk desa kapidi meninggalkan rumah untuk melakukan aktivitas keseharian yaitu berkebun. Sementara anak-anak mereka telah meninggalkan rumah untuk berangkat kesekolah. Hari ini anak kedua pak Arsyad akan ke Makassar untuk melanjutkan pendidikan di sebuah perguruan tinggi negri.
Hati orang tua mana yang tak sedih dan  tak sesak saat ditinggal putrinya, salah satu yang paling sedih adalah seorang ibu, dia tidak akan pernah sanggup berpisah lama dengan gadis kesayanganya. 18 tahun besar disebuah desa yang padat penduduk, tentu bukan hal yang mudah untuk meninggalkan semua kenangan dan orang-orang terdekatnya.
       Sepeninggal putrinya ke Makassar pasangan suami istri ini tidaklah terkatung-katung dalam kerinduan pada anak gadis dan putra sulungnya yang sama-sama mengejar impian.  Sebab mereka masih mempunyai dua anak yang masih sekolah di SMP, dan SD. Anak sulungnya yang mendirikan usaha di palopo, walaupun jarak antara palopo ke masamba hanya memakan waktu 3 – 4 jam, tapi tidak mungkin sang anak akan pulang setiap saat.
Dering telepon genggam berbunyi dengan nada yang cukup membuat penghuni telinga seolah hampir keluar. “Halo bu, ibu apa kabar?”
 “Sehat, kamu sendiri bagaimana nak?” 
“Alhamdulillah Ahmad juga sehat bu, ayah dan adik-adik juga sehat to bu?”
 “Iya nak ayah dan adik-adik mu sehat.”
“Nak, kapan kamu pulang?”
 “Loh bu, aku kan baru seminggu yang lalu balik, kok mau balik lagi.” Durasi pembicaraan 10 menit, hanya membahas keadaan masing-masing pihak hingga telepon ditutup dari seberang sana.
       Beberapa minggu yang lalu keluarga H. A. Palenrungi datang berkunjung kerumah H. arsyad, “pak bagaimana kalau kita jodohkan saja Ahmad dengan anaknya H. A. Palenrunggi, ibu lihat Sintia anaknya baik, seorang guru lagi.” Sepasang suami istri ini lagi-lagi mengungkit persoalan anak sulungnya.
“Halo, Ahmad ayah minta besok pagi kamu pulang ya nak, kenapa ayah, ayah dan semua baik-baik saja? Tenang saja, ayah, ibu dan adik-adik mu baik-baik saja. Ibu mu kangen. Tidak mungkin adik mu Tina yang di Makassar yang Mesti pulang.”  Baiklah besok lusa saya akan pulang, mungkin tidak besok ada laptop yang harus di servis dulu. Baiklah nak, sembari menutup telpon.
       Gemuru air hujan terdengar menerpa atap rumah yang beratapkan seng itu, Hujannya sangat deras. Ada yang mengatakan  berdoalah kala hujan turun sebab disaat itulah doa-doa mudah diijabah oleh Allah, itulah yang dilakukan ibu separuh baya yang memiliki empat anak ini, saat sholat isya ia berdoa agar anak sulungnya segera dipertemukan dengan jodohnya, mengingat usianya dan suami yang sebentar lagi memasuki kepala lima. Dari balik kain horden tampak Ahmad dan ayahnya tengah membicarakan sesuatu. “Nak yang harus kamu ingat usia ayah dan ibu, kami hanya ingin melihat kamu segera berkeluarga, kelak kamu akan mengajarkan adik-adikmu bagaimana cara membina rumah tangga, jika kami telah tiada nanti.” Ahmad duduk diam tanpa suara. “Setidaknya sebelum kami tiada kami ingin menunaikan salah satu kewajiban kami yaitu menikahkan putra kami.” Belum sempat Ahmad mengeluarkan sepatah kata ibunya menyambung perkataan  ayahnya “Anaknya pak H. A. Palenrungi cantik, seorang guru pula. Sepertinya dia cocok dengan mu.” Ahmad yang sedari tadi hanya menelan ludah dalam mulutnya yang mulai kering, seolah tidak bisa berkata apa-apa. Perkataan ibunya kali ini sudah cukup menyakiti hatinya, apa ia pikir anaknya ini tidak laku apa, sampai-sampai orang tua yang harus mencarikan jodoh untuknya.
      Berbaring terlentang mungkin adalah cara terbaik untuk mengusir penak di kepala, memandangi langit-langit kamar berplafon dan terdapat beberapa sarang laba-laba disana, ia mengisyaratkan hatinya sekarang hinggap pada salah satu sarang laba-laba itu. Yang ia garis bawahi dari perkataan ayahnya tadi adalah Setidaknya sebelum kami tiada kami ingin menunaikan salah satu kewajiban kami yaitu menikahkan putra kami. Kata-kata itu seolah membuat mulutnya terkunci dan membuat matanya berkaca-kaca. Bukan persoalan pernikahan namun ia sangat takut kehilang ayah, ibunya begitu cepat.
     semilir angin membawa terbang  burung-burung mencari makan, tentu saja memberi kesejukan bagi jiwa mahluk hidup lainnya. Namun tidak dengan jiwa mahluk hidup yang satu ini, Jiwanya bagai diguncang oleh badai yang kuat. Ia sama sekali tidak memikirkan dengan bisnisnya sekarang. “Ahmad, pikirkan baik-baik. Ibu tentu tidak akan memaksa mu jika memang kamu punya pilihan lain, kami orang tua berusaha mencarikan yang terbaik.”
 “Nak, apa memang kamu punya pujaan hati yang lain?”
”Jika ia kenalkan pada kami, keturan apa, bagaimana adat mereka, namun jika boleh saran ibu carilah yang satu paham dengan kita, agar supaya tidak menimbulkan pergesaran nilai-nilai budaya antar keluarga.”
       Sudah seminggu Ahmad tinggal di kampung dan memberikan kepercayaan kepada temannya untuk mengelola usahanya di Palopo, tentu bukan perkara mudah menentukan pilihan secara cepat. Ia sepertinya butuh waktu kurang lebih sebulan untuk memutuskan langkah apa yang hendak ia ambil. Saat makan siang nanti ia berencana memberanikan diri untuk memberikan penjelasan kepada kedua orang tuanya . “Ibu, Ayah, sudah ku putuskan, aku akan menikah.” Nada suaranya kali ini lantas tanpa tersendak sama sekali, sepertinya kata-kata ini sudah ada diluar kepalanya. “Kamu yakin ?” ayahnya menanggapinya dengan cekatan. “Tapi dengan pilihan ku sendiri. Ayah dan Ibu tidak perlu repot mencarikan jodoh untukku, namun sebelumnya beri aku waktu untuk hal itu.” Ia tidak ingin salah dalam memilih jodoh yang akan menemaninya seumur hidup.
       Sebulan berlalu Ahmad pun akhirnya memutuskan untuk ikut dengan pilihan orang tuanya walau sebelumnya ia berencana akan menikah dengan orang pilihannya sendiri. Acara lamaran pun hari ini akan di langsungkan.
 “Kamu sudah yakin dengan keputusan mu?”
 “Bismillah bu, saya sudah yakin.” Memilih menikah dengan orang yang belum kita kenal sebelumnya, bukan perkara yang mudah untuk di lalui,  mereka harus kembali kemasa dimana anak remaja sering katakan PDKT.
       Daun-daun yang diterpa angin seakan ikut menari merasakan kebahagian pasangan pengantin yang tengah duduk bersanding di pelaminan. Karena sesungguhnya konsep cinta dan jodoh itu berbeda, jodoh kita bisa ditentukan oleh orang tua namun tidak dengan cinta sebab jatuh cinta hanya kita yang mampu merasakan detakan demi detakan, dan dengan siapa kita akan jatuh cinta.